Jenis pajak impor lainnya adalah Bea Masuk Pembalasan atau BMP. Jenis pajak ini adalah pajak yang dikenakan pada barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang-barang impor secara diskriminatif.
Bea Masuk Imbalan (BMI)
Jenis bea masuk yang terakhir adalah Bea Masuk Imbalan (BMI), yakni pajak yang dikenakan pada barang impor yang merupakan subsidi dari pemerintah negara pengekspor. Oleh karena itu, pengenaan bea masuk imbalan atau BMI ini berguna untuk melindungi bisnis dalam negeri untuk jenis barang yang sama.
Ketentuan Pajak Barang Impor

Hampir seluruh jenis barang yang diimpor dari luar negeri akan dikenakan pajak impor. Namun ada pula barang impor yang terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tetapi terbebas dari pungutan bea masuk, bahkan bebas PPN dan Pajak Penghasilan Impor.
Hal tersebut tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199 tahun 2019 tentang ketentuan kepabeanan, cukai dan pajak impor barang kiriman. Adapun ketentuan yang tercantum di dalam peraturan kebijakan pajak atas barang impor dan ekspor ini di antaranya:
- Nilai impor kurang dari USD3 per kiriman atau setara Rp. 43.500, tidak dikenakan bea masuk atau pajak impor namun akan dikenakan PPN 10%.
- Nilai impor lebih dari USD3 hingga USD 1500 per kiriman, akan dikenakan bea masuk 7,5% dan PPN 10%.
- Nilai impor lebih dari USD 1500 per kiriman akan dikenakan bea masuk, PPN dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor). Selain itu, penerima barang juga wajib untuk menyampaikan pemberitahuan barang impor kepada bea cukai untuk menghitung besaran pajak yang perlu dibayarkan.
Meskipun pajak impor terhadap barang kiriman dikenakan tarif tunggal, namun pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap saran yang datang dari para pengrajin dan produsen barang yang digemari dan laku di luar negeri. Sehingga, pemerintah menetapkan tarif pajak impor normal untuk komoditi sepatu, tas dan garmen. Adapun ketentuannya tarifnya adalah sebagai berikut:
- Tas khusus 15%-20%.
- Sepatu khusus 15%-25%.
- Produk tekstil dikenakan PPN 10%.
- Pajak Penghasilan atau PPh pasal 22 impor sebesar 7,5% hingga 10%.
Cara Hitung Pajak Barang Impor

Pada dasarnya, tujuan utama dari diberlakukannya bea masuk adalah untuk mencegah kerugian industri dalam negeri yang menjalankan bisnis dengan produk barang serupa. Selain itu, pajak impor juga digunakan untuk menjaga agar ekonomi dalam negeri tetap bisa berjalan lancar, sehingga stabilitas perekonomian dalam negeri dapat terus terjaga. Cara menghitung pajak barang impor pun tidak begitu sulit.
Misalnya, seseorang membeli sebuah sepatu dari merek brand ternama dengan harga US$ 40, dengan tarif ongkos kirim sebesar US$ 9 dan asuransi sebesar US$ 1. Karena harga sepatu yang dibeli lebih dari 3 dolar, maka barang tersebut dapat dikenakan biaya pajak impor. Adapun cara menghitungnya, yaitu:
Harga sepatu: 40+9+1= 50 dolar.
Nilai pembelian dalam rupiah: 50 x 14.500 = Rp. 725.000.
Maka, bea masuknya: 25% x Rp. 725.000 = Rp. 181.250.
Nilai dasar pengenaan pajak: Rp.725.00 + Rp. 181.250 = Rp. 906.250.
PPN barang dikenakan 10%: 105 x Rp. 906.250= Rp. 90.625.
PPh Pasal 22: 10% x Rp. 906.250 = Rp. 90.625.
Sehingga, total keseluruhan biaya yang perlu Anda bayar saat mengimpor sepatu tersebut, yaitu:
Nilai dasar pengenaan pajak PPN PPh Pasal 22: Rp. 906.625 + Rp. 90.625 + Rp. 90.625 = Rp. 1.087.500. Jadi, Anda harus membayar sebesar Rp. 1.087.500 sebagai pajak impor dari barang yang dibeli.
Ginee WMS, Solusi Maksimalkan Proses Pengiriman Anda!
Untuk membantu proses pengiriman barang ke luar negeri menjadi lancar, Anda perlu mengelola gudang Anda dengan baik, sehingga barang yang dikirim akan selalu terjaga kualitasnya hingga ke tangan pelanggan. Anda dapat memanfaatkan fitur Ginee WMS yang disediakan oleh Ginee untuk mempermudah proses pengelolaan gudang Anda.
Ginee WMS memungkinkan Anda untuk mengelola stok, mengelola keluar masuk barang gudang, bahkan melacak pengiriman barang gudang, semua bisa dilakukan hanya lewat satu dashboard saja! Ingin mencobanya? Yuk, daftar Ginee WMS sekarang!
