Pada 30 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa social distancing atau physical distancing ditetapkan sebagai pembatasan sosial berskala besar. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditetapkan dengan harapan supaya physical distancing dilaksanakan dengan lebih ketat. Hal ini tentunya akan berpengaruh kepada pelaku usaha yang melakukan pembatasan kegiatan usahanya dan memberlakukan kebijakan work from home kepada pegawainya. Terutama jika dikaitkan dengan ketentuan upah pekerja UKM akibat Covid-19 dan bagaimana pengaruhnya pada keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM)?

Tantangan Keuangan yang Dihadapi UKM

Bisnis UKM di Indonesia selama ini bergerak di perdagangan, peternakan, pertanian, kehutanan, perikanan, pengolahan, bangunan, pertambangan, hotel, komunikasi, restoran dan jasa-jasa. Dimana jenis bisnis di atas adalah sektor yang rentan terhadap turunnya kondisi perekonomian terkait Covid-19. Hal ini karena siklus perputaran uang hasil penjualan barang/ jasa UKM cukup pendek. Dengan kata lain cash inflow dan cash outflow sangat tergantung dengan aktivitas usaha yang dilakukan. Ketiadaan aktivitas usaha akan membuat perputaran uang tersebut mandeg, dan usaha akan mengalami kesulitan keuangan. Sementara itu, ada pegawai yang harus tetap digaji oleh UKM di masa sulit ini.

Secara nasional, sektor UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 116,98 juta orang dari jumlah UKM tercatat pada 2018 sebanyak 64,19 juta unit. Oleh karena pentingnya sektor ini bagi perekonomian nasional, maka Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/3/HK.04/III/2020 tanggal 17 Maret 2020 kepada para Gubernur di seluruh Indonesia tentang Perlindungan Pekerja/ Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.

Pada poin kedua dalam surat edaran ini dibahas tentang ketentuan upah pekerja selama masa social distancing terkait Covid-19.

Ketentuan Upah Pekerja UKM terkait Pandemi Covid-19

Bagi pekerja yang termasuk sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) terkait Covid-19 atas dasar pemeriksaan/ keterangan dokter, sehingga yang bersangkutan tidak dapat masuk kerja selama 14 hari atau sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan, maka upahnya harus dibayar secara penuh.

Bagi pekerja yang termasuk kasus suspek Covid-19, serta dikarantina/ diisolasi atas dasar keterangan dokter, maka upah yang bersangkutan harus dibayarkan secara penuh selama pekerja menjalani masa karantina/ isolasi.

Bagi pekerja yang tidak dapat masuk kerja karena sakit Covid-19 serta dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upah pekerja dimaksud dibayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagi perusahaan atau bisnis yang melakukan pembatasan kegiatan usaha sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang berlaku di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19, dimana hal tersebut menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja tidak masuk kerja, maka dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha, perubahan besaran (jumlah) maupun cara pembayaran upah pekerja dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja.

Berdasarkan poin di atas, pemilik UKM dapat melakukan kesepakatan dengan pekerja mengenai besaran dan cara pembayaran upah pekerja. Hal ini dapat menjadi angin segar bagi kondisi keuangan UKM namun harus tetap mengingat asas keadilan dan perlindungan bagi hak pekerja. Untuk itu yang pertama harus Anda lakukan adalah menganalisis bagaimana kondisi keuangan perusahaan Anda dari laporan keuangan berkala yang dimiliki perusahaan. 

Apabila dalam kesepakatan akhirnya diambil kebijakan untuk mengubah upah karyawan, Anda tidak perlu pusing dengan kerumitan yang akan ditimbulkan. Memang, perubahan yang timbul tentu akan menimbulkan beberapa tantangan tersendiri. Namun selama Anda menggunakan software akuntansi dan keuangan Jurnal. Hal ini tidak akan menjadi hambatan, karena variabel perubahan dapat diinput dan disesuaikan dengan mudah serta perhitungannya otomatis.

Sumber: https://www.jurnal.id/id/blog/keuangan-semakin-diterjang-bagaimana-ketentuan-upah-pekerja-ukm/